Truth Or Dare (The Meaning of History – Chapter 2)

1. Author : hnfryeong

2. Judul : Truth Or Dare (The Meaning of History – Chapter 2)

3. Kategori : Romance, Friendship Chapter

4. Cast :

– Allice as Aku

– Catherine as Cat

– Julian

– and other cast

AnnyeongHaseyo! Author dateng lagi… Ini INGET ! Bukan cerita asli author tp nge salin dari buku yg keren okay!

Ya udh deh.. Yg gk sabar baca silahkan..

Happy read! ^^

Allice Pov

Rise and shine!” Begitu ucapannya saat kami mengambil tempat duduk masing2 walaupun skrng sudah pukul 2 siang dan energi kami sudah habis terkuras untuk pop quis di kelas sebelumnya. “Kalian tahu hari ini hari apa?”

Aku berkonsentrasi pada lembaran kosong di buku tulisku, berdoa dalam hati agar Gregg tidak mengejutkan kami dgn tes mendadak. Aku suka kelasnya, tapi seperti murid2 lain, ujian bukanlah hal favoritku. Lagi pula, ini minggu pertama semester baru–siapa yg suka dgn tes mendadak setelah libir panjang?

Project day!” Gregg merentangkan kedua lengannya, semakin antusias. Beberapa murid menggerutu tak senang sebagai responsnya. “Hey, not fair. Kalian mengeluh sebelum tahu apa yg kurencanakan untuk tugas kali ini. Aku janji, kali ini akan sangat fun karena kalian dapat menciptakan sejarah versi kalian sendiri.”

Murid yg duduk di depanku, Heather, mengacungkan tangan. Hari ini, dia memakai cat kuku warna merah jambu, seperti warna marshmallows. “Aku gk ngerti. Gimana caranya?”

Gregg tersenyum lebar, seperti tak sanggup lagi menahan diri supaya tidak selalu bersemangat. “Kalian bebas melakukan apa saja, baik itu menciptakan majalah dinding, membuat album foto, membuat family tree… Anything! Terserah, selama kalian tidak membangunkanku dgn telepon dari polisi di tengah malam. Mengerti?”

Seisi kelas mulai geger, masing2 berusaha menyeruakan pertanyaan. Gregg mengangkat tangannya dengan gestur seperti ingin menghentikan lalu lintas, lalu menyeringai lagi. “Aku bahkan belum memberitahukan bagian terbaiknya. Kalian bebas berkelompok dengan siapa saja.”

Aku segera menangkap pandangan sahabatku, Cat, yg sejak tadi sibuk menggambar entah apa dalam buku tulisnya. Ia bangkit dan memindahkan kursinya ke samping mejaku, menghempaskan seluruh barang2nya di sana seraya berkata, “So, apa yg akan kita kerjakan untuk proyek ini?”

Seperti biasa, tak pernah bertele-tele. Aku menatap bukunya-Cat telah menggambar kucing hitam miliknya, Luna Blu, di halaman pertama. “Aku belum tahu. Mungkin, kita bisa membuat ilustrasi mengenai kota ini atau semacamnya?”

“Entahlah, kurasa murid2 lain akan melakukan hal serupa.”

“Kau benar.” Kami berdua terdiam; Cat mengetukkan pensilnya di atas meja, dan aku memfokuskan pandangan kepada Luna Blu diatas kertas sambil berpikir keras.

“Hei, Al, kau tahu cowok yg baru pindah ke sini itu?” Cat berhenti memainkan alat tulisnya dan membuat gestur samar ke arah seseorang yc duduk tak jauh di belakangnya.

Ya, aku tahu cowok itu. Murid baru yg meninggalkan kesan cukup mendalam pada hari pertamanya di sklh. Hari itu, ada kelas Algebra, dan dia datang terlambat. Aku mendengar cewek2 yg bergerombol di sudut kelas mulai berbisik-bisik, menggunjingkan berbagai hal mengenainya. Samar2, aku dapat menangkap kata2 seperti ‘transfer student‘, ‘Indonesia’, dan ‘imut’. Yah, kurasa dia memang cukup menonjol-dengan sepasang kacamata tebal berbingkai hitam, pandangan mata tajam, dan rahang kokoh. Kulitnya gelap kecoklatan dgn tubuh tinggi kurus. Namun begitu, tampaknya dia cukup ramah karena kami sempat bertemu pandang dan dia tersenyum. Saat aku membalas senyumnya, dia sudah mengalihkan pandangan dariku.

Dan, tentu saja, Heather, yang senang menjadi pusat perhatian, mengibaskan rambut panjangnya sambil berkata, “Hai, Ganteng. Namaku Heather, and you’ll probably want to remember it for the rest of your life.” Harus kuakui, itu perkenalan yg bagus dan murid2 lain mulai ribut bersorak.

Saat itu, murid baru itu tidak terlihat malu2 atau kegirangan seperti sebagian besar cowok2 di Belfast Area High School yg suka pada Heather. Dia malah bertanya, “Oh? Kenapa?” Lucunya, pertanyaan itu tidak terdengar kasar atau sombong, justru polos, seakan sungguh2 ingin tahu. Aku tidak akan melupakan ekspresi wajah Heather saat itu-kombinasi rasa malu, gusar dan geram. Kurasa, belum ada laki2 normal yg berani menolaknya didepan umum seperti itu.

“Namanya Jonathan, atau Juan, atau apalah itu.” Cat selalu sulit mengingat nama; aneh karena dia punya ingatan super. Selama bertahun-tahun, dia bahkan sempat memanggilku Allison.

“Julian.” Namanya Julian.

“Yah, dia cukup cute,” komentar Cat. “Kalau saja dia nggak selalu mengenakan sneakers yg terlihat kebesaran itu.”

“Dia yg kau bicarakan itu sedang berjalan ke sini.”

Dan, aku tak sedang berbohong karena murid baru itu sudah berdiri di samping meja kami. Cat melotot ke arahku, wajahnya merah padam karena ketahuan sedang membicarakan cowok itu. Aku membuka mulut, ingin mengatakan sesuatau untuk menyelamatkan suasana, tapi tak ada kata yg keluar.

“Hei, diantara kalian ada yg membutuhkan partner tambahan?”

Continue reading